Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI GEDONG TATAAN
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
1/Pid.Pra/2020/PN Gdt Jailani Bin Ilham Kepala Kepolisian Resort Pesawaran Minutasi
Tanggal Pendaftaran Kamis, 30 Jan. 2020
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penetapan tersangka
Nomor Perkara 1/Pid.Pra/2020/PN Gdt
Tanggal Surat Kamis, 30 Jan. 2020
Nomor Surat -
Pemohon
NoNama
1Jailani Bin Ilham
Termohon
NoNama
1Kepala Kepolisian Resort Pesawaran
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan
Perihal : PERMOHONAN PRA PERADILAN an. JAILANI Bin. ILHAM
 
Dengan hormat,
Mempermaklum, EKO SUPRIADI, S.H.,M.H.,  MUHAMMAD SUHENDRA, S.H.,M.H., dan FAISAL CHUDARI, S.H.,M.H., para Advokat & Konsultan Hukum pada Kantor EKO SUPRIADI, SH. MH & PARTNERS, yang beralamat di Jalan Bumi Manti No. 11, Kampung Baru, Labuhan Ratu Bandar Lampung 35143, Berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 29 Januari 2020, oleh karena itu sah bertindak untuk dan atas nama Klien Kami;
 
Nama : Jailani bin Ilham
Umur : 38  Tahun. 
Agama : Islam
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : Kepala Desa Gedung Dalom
Alamat : Desa Adi Luhur Kec. Pamca Jaya Kabupaten Pesawaran 
 
Selanjutnya disebut sebagai PEMOHON
 
Kemudian perkenankanlah kami untuk mengajukan Permohonan Praperadilan di Pengadilan Negeri Gedong Tataan di Kabupaten Pesawaran terhadap Penetapan tersangka dalam dugaan tindak Pidana Korupsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat 1 Ke 1e atau pasal 56 Ke 1e KUHP Pidana, oleh:
 
KAPOLRES PESAWARAN cq. KEPALA SATUAN RESERSE DAN KRIMINAL POLRES PESAWARAN yang beralamat di Wiyono, Kec. Gedong Tataan, Kabupaten Pesawaran, Lampung 35366, selanjunya disebut sebagai TERMOHON.
 
Adapun yang menjadi alasan permohonan pemohon adalah sebagai berikut:
 
I. DASAR HUKUM PERMOHONAN PRAPERADILAN
 
a. Tindakan upaya paksa, seperti penetapan tersangka, penangkapan, penggeledahan, penyitaan, penahanan, dan penuntutan yang dilakukan dengan melanggar peraturan perundang-undangan pada dasarnya merupakan suatu tindakan perampasan Hak Asasi Manusia. Menurut Andi Hamzah (1986:10) Praperadilan merupakan tempat mengadukan pelanggaran Hak Asasi Manusia, yang memang pada kenyataanya penyusunan KUHAP 
 
banyak disemangati dan berujukan pada Hukum Internasional yang telah menjadi International Customary Law. Oleh karena itu, Praperadilan menjadi satu mekanisme control terhadap kemungkinan tindakan sewenang-wenang dari penyidik atau penuntut umum dalam tindakan tersebut. Hal ini bertujuan agar hukum ditegakkan dan perlindungan hak asasi manusia sebagai tersangka/terdakwa dalam pemeriksaan penyidikan dan penuntutan. Di samping itu, praperadilan bermaksud sebagai pengawasan secara horizontal terhadap hak-hak tersangka/terdakwa dalam pemeriksaan pendahuluan (vide penjelasan Pasal 80 KUHAP). Berdasarkan pada nilai itulah penyidik atau penuntut umum dalam melakukan tindakan penetapan tersangka, penangkapan, penggeledahan, penyitaan, penahanan, dan penuntutan agar lebih mengedepankan asas dan prinsip kehati-hatian dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka.
 
b. Bahwa sebagaimana diketahui Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 1 angka 10 menyatakan:
 
Praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan mengutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini, tentang:
 
1. Sah atau tidaknya suatu penagkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka;
2. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan;
3. Permintaan ganti kerugian, atau rehabilitasi oleh Tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.”
 
c. Bahwa selain itu yang menjadi objek Praperadilan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 77 KUHAP diantaranya adalah:
 
Pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang:
 
1. Sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atauan penghentian penuntutan;
2. Ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.
 
d. Dalam perkembangannya pengaturan Praperadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 10 Jo. Pasal 77 KUHAP, sering terjadi tidak dapat menjangkau fakta perlakuan aparatur penegak hukum yang nyata-nyata merupakan pelanggaran hak asasi seseorang, sehingga yang bersangkutan tidak memperoleh perlindungan hukum yang nyata dari Negara. Untuk itu perkembangan yang demikian melalui dapat diakomodirnya mengenai sah tidaknya penetapan tersangka dan sah tidaknya penyitaan telah diakui merupakan wilayah kewenangan praperadilan, sehingga dapat memimimalisasi terhadap perlakuan sewenang-sewenang oleh aparat penegak hukum. Dalam kaitan perubahan dan perkembangan hukum dalam masyarakat yang demikian , bukanlah sesuatu yang mustahil terjadi dalam praktik system hukum di Negara manapun apalagi di dalam sistem hukum common law, yang telah merupakan bagian dari system hukum di Indonesia. Peristiwa hukum inilah yang menurut (alm) Satjipto Rahardjo disebut “terobosan hukum” (legal-breakthough) atau hukum yang prorakyat (hukum progresif) dan menurut Mochtar Kusumaatmadja merupakan hukum yang baik karena sesuai dengan perkembangan nilai-nilai keadilan yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Terobosan hukum dan hukum yang baik itu merupakan cara pandang baru dalam memandang fungsi dan peranan hukum dalam pembangunan nasional di Indonesia. Dengan demikian hukum bukan hanya memiliki aspek normatif yang diukur dari kepastiannya melainkan juga memiliki aspek nilai (values) yang merupakan bagian dinamis aspirasi masyarakat yang berkembang dan terkini.
 
e. Bahwa selain itu terdapat beberapa putusan pengadilan yang memperkuat dan melindungi hak-hak tersangka, sehingga lembaga praperadilan juga dapat memeriksa dan mengadili keabsahan penetapan tersangka seperti yang terdapat dalam perkara berikut :
 
1. Putusan Pengadilan Negeri Bengkayang No. 01/Pid. Prap/2011/PN.BKY tanggal 18 Mei 2011
2. Putusan Mahkamah Agung No. 88 PK/PID/2011 tanggal 17 Januari 2012
3. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 38/Pid.Prap/2012/Pn.Jkt.Sel tanggal 27 November 2012
4. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 04/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel Tanggal 15 Februari 2015
5. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 36/Pid.Prap/2015/Pn.Jkt.Sel tanggal 26 Mei 2015
6. Dan lain sebagainya
 
 
f. Bahwa melalui Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 memperkuat diakuinya lembaga praperadilan juga dapat memeriksa dan mengadili keabsahan penetapan tersangka, seperti pada kutipan putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 sebagai berikut :
 
Mengadili
Menyatakan :
 
1. Mengabulkan Permohonan untuk sebagian :
• [dst]
• [dst]
• Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang hukum acara pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai termasuk Penetapan Tersangka, Penggeledahan dan Penyitaan;
• Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang hukum acara pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai termasuk Penetapan Tersangka, Penggeledahan dan Penyitaan;
 
g. Dengan demikian jelas bahwa berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 bahwa Penetapan Tersangka merupakan bagian dari wewenang Praperadilan. Mengingat Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat, maka sudah tidak dapat diperdebatkan lagi bahwa semua harus melaksanakan Putusan yang telah berkekuatan hukum tetap sejak diucapkan.
h. Bahwa berdasarkan hal tersebut diatas, maka Pemohon mengajukan Praperadilan tentang penetapan sebagai Tersangka  yang ditetapkan oleh Termohon. 
 
 
II. ALASAN PERMOHONAN PRAPERADILAN
 
1. TERMOHON TIDAK CUKUP BUKTI DALAM MENETAPKAN PEMOHON SEBAGAI TERSANGKA 
 
1. Bahwa Termohon dalam menetapkan Pemohon sebagai  tersangka dalam dugaan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat 1 Ke 1e atau pasal 56 Ke 1e KUHP Pidana kepada Pemohon tidaklah berdasar pada alat bukti yang cukup.
 
2. Bahwa pada tahun 2017 Desa Gedung Dalom, Kec. Way Lima Kabupaten Pesawaran mendapatkan dana desa sejumlah ± Rp. 800.000.000,- (kurang lebih delapan ratus juta rupiah) (Pemohon tidak mengetahui angka pastinya karena tidak mempunyai dokumen dimaksud).
 
3. Bahwa pengunaan dana tersebut diperuntukan salah satunya adalah untuk membuat drainase sepanjang 300 meter dengan lebar 1 meter dan kedalaman 1 meter dengan dana sebesar ± Rp. 340.000.000,- (kurang lebih tiga ratus empat puluh juta rupiah) (Pemohon tidak mengetahui angka pastinya karena tidak mempunyai dokumen dimaksud)
 
4. Bahwa dalam pelaksanaannya pembuatan drainse tersebut hanya terlealisasi sepanjang 150 meter.
 
5. Bahwa Pemohon ketika pembangunan drainase tersebut bertindak sebagai Kaur Perencanaan Pembangunan dan tidak terlibat  dalam pembangunan drainase tersebut.
 
6. Bahwa dapat Pemohon jelaskantentang pembuatan drainase sebagai berikut :
a. Kepala Desa sebagai Kuasa Pengguna Anggaran
b. Tim Pelaksana Kegiatan adalah Firdaus Sah Putra
c. Bendahara Desa adalah Sahlina
d. Pelaksana Kegiatan adalah Umar. 
 
7. Bahwa dalam hal pembuatan drainase tersebut terdapat permasalahan hukum dan saat ini sedang dalam proses hukum di Peradilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Kelas I A Tanjung Karang, Kepala Desa pada saat pelaksanaan dana desa pada tahun 2017 yaitu Hasbunallah telah ditetapkan sebagai Tersangka dan sedang dalam proses persidangan..
 
8. Bahwa mengenai hal tersebut perlu Pemohon sampaikan sebagai berikut :
a. Bahwa benar pelaksanaan pembuatan drainase tersebut dikerjakan tidak sesuai dengan RAB yang telah ditetapkan, hal inipun telah diketahui dan telah diberikan rekomendasi oleh Inpektorat Kabupaten Pesawaran.
b. Bahwa selaku aparatur desa Pemohon selalu mengingatkan kepada Hasbunallah untuk menyelesaikan drainase tersebut atau mengembalikan uang ke kas desa, akan tetapi tidak diindahkan atau diabaikan apa yang telah Pemohon nyatakan tersebut.
c. Bahwa pada saat Lampiran Hasil Pemeriksaan dari Inpektorat Kabupaten Pesawaran mengenai kekurangan pembangunan drainase yang didalamnya dinyatakan agar diselesaikan pekerjaaan drainase atau sisa dana pengerjaan dikembalikan ke Kas Desa, Bapak Hasbunallah selaku Kepala Desa telah mengembalikan ke Kas Desa pada tahun 2019, akan tetapi dana tersebut beberapa hari kemudian diambil kembali oleh Hasbunallah.
 
9. Bahwa dalam pengembangan kasus tersebut oleh Termohon, ditetapkan sebagai Tersangka lainnya adalah Pemohon dan Sahlina (bendahara dan juga isteri dari Hasbunallah).
 
10. Bahwa dalam penetapan Pemohon sebagai Tersangka, Termohon telah melakukan pelanggaran, sebagai berikut :
a. Bahwa perlu Pemohon tegaskan permohonan Pra Peradilan ini. Pemohon tidak ada hubungan atau menghubungkan dengan Sahlina (Tersangka lain) atau pihak-pihak lainnya.
b. Bahwa tidak ada bukti tentang keterlibatan Pemohon sehingga Pemohon ditetapkan sebagai Tersangka.
c. Bahwa dalam pelaksanaan pembuatan drainase, Pemohon bukanlah Penguna Anggaran atau Tim Pelaksana Kegiatan atau Bendahara atau Pelaksana Kegiatan sehingga dengan dasar apa Pemohon ditetapkan sebagai Tersangka.
 
11. Bahwa Pemohon tidak pernah menanda tangani dokumen apapun yang berhubungan dengan pembuatan drainase, seperti laporan pertangggung jawaban (LPJ), sebab Pemohon hanya sebagai Kaur Perencanaan pada Desa Gedung Dalom yang tidak mempunyai kewenangan dalam permasalahan ini
 
12. Bahwa keterlibatan atau turut serta bersama-sama Hasbullah dan Tersangka lainnya untuk melakukan tindak pidana Korupsi tidak mempunyai dasar hukum dan tidak cukup bukti untuk menetapkan Pemohon sebagai Tersangka. 
 
 
 
 
 
 
 
 
2. PROSES PENYIDIKAN TIDAK SESUAI DENGAN ATURAN HUKUM
 
1. Bahwa berdasarkan :
a. Surat Pemberitahuan Penyidikan No. SPDP/68/XI/2019/Reskrim tertanggal 28 November 2019 dengan tujuan Kepala Kejaksaan Negeri Lampung Selatan.
b. Pemberitahuan dimulainya Penyidikan Lanjutan Nomor SPDP/689/i/2020/Reskrim tertanggal 8 Januari 2020 tujuan Kepala Kejaksaan Negeri Kalianda.
(Pemohon menerima 2 surat tersebut yang disampaikan oleh Termohon)
c. Surat Panggilan Nomor S.Pgl/09/I/2020/Reskrim tertanggal 27 Januari 2020.
 
2. Bahwa berdasarkan 3 surat tersebut terdapat fakta-fakta sebagai berikut :
a. Laporan Polisi Nomor : LP/A-951/XI/2019/POLDA LAMPUNG/RES PESAWARAN, tertanggal 28 November 2019
b. Surat Perintah Penyidikan Nomor : Sp.Sidik/65/XI/2019/Reskrim, tertanggal 28 November 2019
c. Surat Pemberitahuan Penyidikan No. SPDP/68/XI/2019/Reskrim tertanggal 28 November 2019
 
3. Bahwa Laporan polisi, surat perintah penyidikan dan Surat Pemberitahuan Penyidikan prosesnya pada tanggal  yang sama yaitu 28 NOVEMBER 2019.
 
4. Bahwa sangat luar Biasa kerja Termohon yang tidak sampai 24 jam pada waktu dan tanggal yang sama, Termohon menerima laporan, menetapkan dimulainya penyidikan dan membuat SPDP ke Kejaksaan, tidak biasa hal ini dilakukan oleh Termohon selaku Penyidik dalam penyelesaian perkara ini.
 
5. Bahwa Termohon mungkin lupa dengan apa yang dimaksud dengan Proses Penyelidikan, yang sebagai mana diatur dalam Pasal angka 5 dan Pasal 5 KUHAP, dan jika kita melihat dari rentang waktu laporan ke proses penyidikan tidak ada proses Penyelidikan yang dilakukan oleh Termohon.
 
6. Bahwa jika kita mengacu pada Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2019 Tentang Penyidikan, dimana dalam aturan tersebut secara rinci dan mudah dimengerti bagaimana Kepolisian Republik Indonesia dalam menyelesaikan suatu perkara pidana.
 
7. Bahwa dengan tidak diberikan atau tidak dilakukan atau dilanggar ketentuan hukum tersebut diatas, jelas Termohon melanggar atau menabrak peraturan perundang-undangan yang berlaku. 
 
8. Bahwa Pemohon dalam kasusnya ini, tidak pernah dipanggil atau diminta keterangannya  oleh Termohon dalam proses Penyelidikan.
 
9. Bahwa jika Termohon berpendapat perkara ini merupakan perkara lanjutan, apakah sudah benar proses pengabaian dengan tidak dilakukan proses penyelidikan dan mengabaikan KUHAP dan PERKAP.
 
3. PENETAPAN TERSANGKA PADA PEMOHON DIDASARKAN PADA  ALAT BUKTI YANG TIDAK SESUAI DENGAN PERATURAN YANG BERLAKU
 
1. Bahwa Pemohon telah memberikan keterangannya sebagai saksi dalam perkara Hasbunallah, dan telah memberikan keterangan yang benar dan sesuai dengan fakta.
 
2. Bahwa sebagai Tersangka Pemohon telah dipanggil untuk diminta keterangannya akan tetapi Pemohon semenjak dipanggil mengalami depresi dan belum bisa menghadiri untuk diminta keterangannya.
 
3. Bahwa Pemohon tidak mengetahui siapa saksi-saksi sehingga Termohon menetapkan Pemohon sebagai Tersangka, sebab tidak ada proses penyelidikan yang dilakukan oleh Termohon.
 
4. Bahwa jika saksi-saksi yang menyatakan Pemohon sebagai Tersangka adalah Hasbunallah sebagai Kepala Desa yang juga sebagai Tersangka atau Firdaus Sah Putra sebagai Tim Pelaksana Kegiatan yang merupakan anak dari Hasbunallah, atau Sahlina sebagai Bendara yang merupakan isteri dari Hasbunallah atau Umar sebagai Pelaksana Kegiatan yang merupakan orang tua dari Hasbunallah, maka kenapa Pemohon dijadikan Tersangka sedangkan yang lain tidak.
 
5. Bahwa bukti lainnya yang dimiliki oleh Termohon sehingga Pemohon dijadikan Tersangka, Pemohon berkeyakinan Termohon tidak mempunyai bukti tersebut, sehingga biarlah Termohon dapat membuktikannya dalam persidangan ini.
 
6. Bahwa tidak ada 2 bukti yang cukup yang dapat menetapkan Pemohon sebagai Tersangka. 
 
4. PENETAPAN KERUGIAN NEGARA OLEH TERMOHON TIDAK SESUAI DENGAN ASAS HUKUM
a. Bahwa penetapan ada nya kerugian negara dalam perkara ini dilakukan oleh Inpektorat Kabupaten Pesawaran.
 
b. Bahwa hasil dari Inpektorat adalah Lampiran Hasil Pemeriksaan yang kalau tidak salah (Pemohon tidak mengetahui secara pasti apa isinya) didalamnya dinyatakan tidak sesuai dengan RAB sehingga dimungkinkan adanya kerugian negara.
 
c. Bahwa Pemohon sependapat dengan hasil dari Inpektorat tersebut, dan faktanya memang diduga terjadi kerugian negara karena pengerjaan drainase tidak sesuai dengan apa yang direncanakan dan dianggarkan.
 
d. Bahwa pertanyaannya, apa Hasil Pemeriksaan dari Inpektorat dapat dijadikan dasar untuk menentukan kerugian negara dalam perkara korupsi ??
 
e. Bahwa Pemohon tidak sependapat dengan Termohon jika Hasil dari Inpektorat Kabupaten Pesawaran dijadikan dasar dalam perkara korupsi.
 
5. PENETAAN PEMOHON SEBAGAI TERSANGKA MERUPAKAN TINDAKAN KESEWENANG-WENANGAN DAN BERTENTANGAN DENGAN ASAS KEPASTIAN HUKUM
 
1. Indonesia adalah Negara demokrasi yang menjunjung tinggi hukum dan Hak Azasi Manusia (HAM) sehingga azas hukum presumption Of Inonncense atau azas praduga tidak bersalah menjadi penjelasan atas pengakuan kita tersebut. Bukan hanya kita, Negarapun telah menuangkan itu kedalam Konstitusinya (UUD 1945 Pasal 1 ayat 3) yang berbunyi “Negara Indonesia Adalah Negara Hukum, artinya kita semua tunduk terhadap hukum dan HAM serta mesti terjewantahkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kita termasuk dalam proses penegakan hukum, jika ada hal yang kemudian menyampingkan hukum dan hak asasi manusia tersebut. Maka Negara wajib turun tangan melalui perangkat-perangkat hukumnya untuk menyelesaikan.
 
2. Bahwa sudah umum bilamana kepastian menjadi bagian suatu hukum, hal ini lebih diutamakan untuk norma hukum tertulis hukum tanpa nilai kepastian akan kehilangan jati diri serta maknanya, karna tidak lagi dapat digunakan sebagai pedoman perilaku setiap orang. Kepastian sendiri hakikatnya merupakan tujuan utama dari hukum apabila dilihat secara historis banyak perbincangan yang telah dilakukan mengenai hukum semenjak Montesquieu mengeluarkan gagasan mengenai pemisahan kekuasaan. Keteratuan masyarakat berkaitan erat dengan kepastian dalam hukum, karena keteraturan merupakan inti dari kepastian itu sendiri. Dari keteraturan akan menyebabkan seseorang hidup secara berkepastian dalam melakukan kegiatan yang diperlukan dalam kehidupan masyarakat. Menurut Sudikno Mertukusumo kepastian hukum merupakan sebuah jaminan bahwa hukum tersebut harus dijalankan dengan cara yang baik. Kepastian hukum menghendaki adanya upaya pengaturan hukum dalam perundang-undangan yang dibuat oleh pihak yang berwenang dan berwibawa, sehingga aturan-aturan itu memiliki aspek yuridis yang dapat menjamin adanya kepastian bahwa hukum berfungsi sebagai suatu peraturan yang harus ditaati.
 
3. Oemar Seno Adji Menentukan prinsip “legality” merupakan karakteristik yang essentieel, baik ia dikemukakan ole “rule of law”- konsep, maupun oleh faham “rechtstaat’ dahulu, maupun oleh konsep “Socialist Legality”. Demikian misalnya larangan berlakunya azas “nullum delictum” dalam Hukum Pidana, Kesemuanya itu merupakan suatu refleksi dari prinsip “legality”
 
4. Bahwa dalam hukum administrasi Negara Badan/Pejabat Tata Usaha Negara dilarang melakukan Penyalahgunaan Wewenang. Yang dimaksud dengan Penyalahgunaan wewenang meliputi melampaui wewenang, mencampuradukkan wewenang dan bertindak sewenang-wenang . Melampaui wewenang adalah melakukan tindakan di luar wewenang yang telah ditentukan berdasarkan perundang-undangan tertentu. Mencampuradukkan kewenangan dimana asas tersebut memberikan petunjuk bahwa “pejabat pemerintah atau alat administrasi Negara tidak boleh bertindak atas sesuatu yang bukan merupakan wewenangnya atau menjadi wewenang pejabat atau badan lain”. Menurut Sjachran Basah “ abus de droit ” (tindakan sewenang-wenang), yaitu perbuatan pejabat pejabat yang tidak sesuai dengan tujuan diluar lingkungan ketentuan perundang-undangan. Pendapat ini mengandung pengertian bahwa untuk menilai ada tidaknya penyalahgunaan wewenang dengan melakukan pengujian denga bagaimana tujuan dari wewenang tersebut diberikan (asas spesialitas)
 
5. Bertindak sewenang-wenang juga dapat diartikan menggunakan wewenang (hak dan kekuasaan untuk bertindak) melebihi apa yang sepatutnya dilakukakn sehingga tindakan dimaksud bertentangan dengan ketentuan Peraturan Perundang-undagan. Penyalahgunaan wewenang juga telah diatur dalam Pasal 17 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Selain itu dalam Pasal 52 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan disebutkan tentang syarat sahnya sebuah Keputusan, yakni meliputi :
- Ditetapkan oleh pejabat yang berwenang
- Dibuat sesuai prosedur dan
- Substansi yang sesuai dengan objek keputusan
 
Bahwa sebagaimana telah Pemohon uraikan diatas, bahwa Penetapan tersangka Pemohon dilakukan dengan tidak terpenuhinya prosedur menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
 
6.  Sehingga apabila sesuai dengan ulasan Pemohon dalam Permohonan A Quo sebagaimana diulas panjang lebar dalam alasan Permohonan Praperadilan ini dilakukan tidak menurut ketentuan hukum yang berlaku, maka seyogyanya menurut Pasal 56 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan adalah sebagai berikut :
• “Keputusan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 52 ayat (1) huruf a merupakan Keputusan yang tidak sah”
• “Keputusan yang tidak emenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 52 ayat (1) huruf b dan c merupakan Keputusan yang batal atau dapat dibatalkan
 
7. Berdasarkan ulasan mengenai sah dan tidaknya sebuah Keputusan apabila dihubungkan dengan tindakan hukum yang dilakukan oleh Termohon kepada Pemohon dengan menetapkan Pemohon sebagai tersangka yang dilakukan dan ditetapkan oleh prosedur yang tidak benar, maka Majelis hakim Pengadilan Gedong Tataan yang memeriksa dan mengadili perkara A Quo dapat menjatuhkan putusan bahwa segala yang berhubungan dengan penetapan tersangka terhadap Pemohon dapat dinyatakan merupakan Keputusan yang tidak sah dan dapat dibatalkan menurut hukum.
III. PETITUM
 
Berdasarkan pada argument dan fakta-fakta yuridis diatas, Pemohon mohon kepada Hakim Pengadilan Negeri Gedong Tataan yang memeriksa dan mengadili perkara A Quo berkenan memutus perkara ini sebagai berikut :
 
1. Menyatakan diterima permohonan Pemohon Praperadilan untuk seluruhnya;
2. Menyatakan tindakan Termohon menetapkan Pemohon sebagai Tersangka sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 2 dan Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat 1 Ke 1e atau pasal 56 Ke 1e KUHP Pidana, oleh Polres Pesawaran cq. Kasat Reskrim selaku Penyidik adalah tidak sah dan tidak berdasarkan atas hukum dan oleh karenanya penetapan tersangka a quo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;
3. Menyatakan seluruh proses Penyidikan yang dilaksanakan oleh Termohon terkait peristiwa pidana sebagaimana dimaksud dalam Penetapan Tersangka terhadap diri Pemohon adalah tidak sah dan tidak berdasar atas hukum, dan oleh karenanya Penyidikan aquo tidak mempunyai kekuatan mengikat
4. Menyatakan tidak sah segala surat dan penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh Termohon yang berkenaan dengan penetapan tersangka atas diri Pemohon oleh Termohon tidak berkekuatan hukum;
5. Menghukum Termohon untuk membayar biaya perkara menurut ketentuan hukum yang berlaku .
 
PEMOHON sepenuhnya memohon kebijaksanaan yang terhormat Majelis Hakim Pengadilan Negari Gedong Tataan yang memeriksa, Mengadili dan memberikan putusan terhadap Perkara a quo dengan tetap berpegang dengan prinsip keadilan, kebenaran, dan rasa kemanusiaan.
 
Apabila Yang Terhormat Majelis Hakim Pengadilan Negeri Gedong Tataan yang memeriksa permohonan a quo berpendapat lain mohon putusan yang seadil-adilnya
Pihak Dipublikasikan Ya